Rabu, 03 Oktober 2007

Belajar dari tradisi



Banten yang memiliki genealogis (keeratan hubungan) dengan tradisi Islam Kesultanan, kaya dengan adat keislaman lokal. Beragam tradisi kerap menghias perayaan bertajuk keagamaan. Panjang hias di bulan Maulid (Rabiul Awal) dan pembacaan Barzanzi, adalah sebagian tradisi khas masyarakat Banten, yang unik.
Panjang mulud, bersama dengan tradisi pembacaan kitab Barzanji atau marhabanan pada malam Maulid Nabi tanggal 12 Rabi’ul Awwal, adalah ritual yang telah diajarkan oleh para alim ulama pendahulu kepada masyarakat Banten secara turun-temurun (dari generasi ke generasi).
Tidak hanya setiap tahun, tradisi marhabanan juga dilakukan pada setiap malam Jum’at. Tradisi marhabanan ini adalah budaya warisan (generic culture) yang dilakukan oleh seluruh umat Islam tradisional, terutama bagi pesantren-pesantren tradisional Indonesia. Inilah kultur generik Islam tradisional Banten yang senantiasa dilakukan oleh umat Islam tradisional Indonesia setiap tahun sejak masa Syaikh Nawawi al-Bantani hingga sekarang ini.
Terdapat nilai historis yang fungsional dalam tradisi lokal Banten, yakni sejarah perjuangan dalam melawan penjajahan. Di kalangan tradisional masa lampau –era Syaikh Nawawi dan KH. Wasid,- panjang hias digunakan sebagai sarana pengumpulan dana perang, demi perjuangan melawan penjajahan Belanda. Marahaban juga berdimensi ganda, selain media silaturrahim dan pemuasan spiritual, marhabanan dijadikan sarana komunikasi politik para ulama. Saat dan setelah marhabanan, para ulama membincangkan strategi gerilya yang akan dilakukan.
Kearifan lokal ditengah gamangnya globalisasi

Masyarakat Indonesia cenderung erat mempertahankan adat dan tradisi yang telah diwariskan leluhur. Meski demikian, masyarakat timur yang santun dan terbuka, tidak menutup diri terhadap akulturasi budaya. Sayangnya, globalisasi budaya yang minim filtrasi, menghadirkan keniscayaan bahwa generasi muda Indonesia kurang akrab dengan tradisi lokal yang bernilai positif.
Tradisi sebagai kristalisasi nilai-nilai budaya yang telah dilembagakan dan diwariskan dari generasi kegenerasi, merupakan modal bagi masyarakat dalam membentuk cosmos (keteraturan ketertiban). Tradisi juga merupakan bentuk eksistensi masyarakat “akar rumput” dalam struktur sosial dan pemerintahan. Tanpa tradisi, masyarakat lokal yang telah membaur dengan budaya global, akan mudah terjebak chaos (kekacauan) yang akhirnya meniadakan masyarakat lokal dalam globalitas struktur sosial.
Di era globalisasi, tentunya, adanya khazanah kultur generik Banten ini, kita semua bersama-sama melakukan penguatan budaya lokal (reinforcement of local culture) sebagai aset (kekayaan) budaya Islam Banten. Mengingat doktrin globalisasi neoliberal yang mengajarkan bahwa kompetisi menjadi nilai sentral. Kompetisi merupakan strategi terbaik untuk meraih profit maksimal sekaligus memeroleh alokasi resources secara optimal. Dan, melihat kenyataan bahwa pergeseran kultur sebagai proses globalisasi telah melahirkan diferensiasi yang meluas yang tampak dari proses pembentukan gaya hidup dan identitas baru. Adalah tanggung jawab kita bersama (masyarakat, pemerintah, pemilik modal) untuk tetap meladani perilaku Sayyidina Muhammad Saw dalam melakukan tradisi panjang hias sebagai aktualisasi ajaran Islam rahmatan li ‘alamin di Banten yang Islami. Juga, sebagai bentuk respon atas kompetisi global amal ma’ruf nahi munkar di bumi manusia, terutama bumi Banten
. Pewarisan budaya yang sarat nilai dan makna kebajikan dan kebijaksanaan, hampir terputus dan mengarah punah. Karenanya, perlu penggalangan dan penggalakan kesadaran akan pentingnya mempertahankan tradisi local sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Pelestarian tradisi, idealnya didukung oleh seluruh elemen masyarakat, pemerintah, pengusaha, akademisi dan masyarakat terdidik lainya serta masyarakat umum secara luas yang sadar akan pentingnya pelestarian tradisi. Kita perlu melakukan penguatan tradisi Islam Banten sebagai kearifan lokal untuk dikenalkan kepada generasi muslim sebagai pewaris ilmu para alim ulama. Penguatan tradisi Islam Banten dapat direalisasikan dalam bentuk Festival Tradisi Panjang Hias Masyarakat Banten, atau apapun bentuknya yang mendukung pelestarian tradisi lokal.
Tidak hanya pelestarian yang perlu dilakukan, penggalian makna, konstektualisasi atas kearifan lokal yang berlaku. Dana yang terhambur dalam setiap perayaan, biasanya diperuntukkan bagi undangan pendatang, di era sekarang, -semestinya- dapat diberikan kepada para anak yatim dan masyarakat miskin. Pelaku perayaan, sudah tentu harus berasal dari kelas ekonomi atas dan mengah. Sehingga reaktualisasi makna sedekah di bulan mulud dapat memberi manfaat bagi sesama.
• Ditulis oleh Abdul Malik,
Pengaji di Umbruch Cercle